PENERAPAN METODE SIKLUS BELAJAR (LEARNING CYCLE) SEBAGAI ALAT PENDIDIKAN

Written By Unknown on Kamis, 06 Maret 2014 | 23.31


BAB I
PENDAHULUAN

     A.    Latar Belakang Masalah
Pendidikan pada dasarnya merupakan investasi antara pendidik dengan peserta didik, untuk mencapai tujuan pendidikan yang berlangsung dalam lingkungan tertentu. Interaksi ini di sebut interaksi pendidikan yaitu saling pengaruh antara pandidik dengan peserta didik. Dalam saling mempengaruhi ini peranan pendidik lebih besar karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih berpengalaman, lebih banyak menguasai nilai-nilai pengetahuan dan keterampilan.
Pendidikan terkait dengan nilai-nilai, mendidik berarti “ memberikan, menanamkan dan menumbuhkan” nilai-nilai pada peserta didik. Kata memberikna dan menanamkan nilai lebih menempatkan pada pserta didik dalam posisi positif, penerima mendapatkan nilai-nilai, sedangkan kata lain menumbuhkan nilai memberikan peranan yang lebh efektif kepada peserta didik Karena peserta didik dapat menumbuhkan, mengembangkan sendiri nnilai-nilai pada dirinya.
Pendidikan berfungsi  membantu peserta didik dalam pembangunan dirinya yaitu pembangunan semua potensi, kecakapan serta karakteristik pribadi ke arah yang positif baik bagi dirinya maupun lingkungannya. Pendidikan bukan sekedar memberikan pengetahuan atau nilai-nilai atau melatih keterampilan. Pendidikan berfungsi mengembangkan apa yang secara potensial dan actual telah di miliki peserta didik (Nana S. Sukmadinata :2003:2).
Pembuatan mendidik di arahkan pada pencapaian tujuan-tujuan tertentu, yaitu tujuan pendidikan (Nana S. Sukmadinata :2003 :4). Tujuan ini bisa menyangkut kepentingan peserta didik sendiri, kepentingan masyarakat dan tuntutan lapangan pekerjaan.
Namun pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di sekolah khususnya seringkali di hadapkan dengan berbagai masalah. Untuk itu guru di harapkan dapat menaggulangi setiap masalah yang timbul agar dapat mencapai tujuan dan sasaran pendidikan. Dalam praktek pengajaran di sekolah, permasalahan yang di hadapi antara lain : penggunaan metode atau strategi yang kurang tepat dan kurang bervariasi. Oleh karenia itu menurut (Nana Sudjana :1989: 76), metode pengajaran yang baik adalah metode yang dapat di gunakan guru dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan.

Untuk itu seorang guru di samping harus menguasai materi juga harus memilih dan mengaplikasikan suatu strategi pengajaran yang sesuai dengan materi dan tujuan yang hendak di capai sebagaimana yang di kemukakan oleh (Roestiyah, NK :2000:1). “Seorang guru harus memiliki stategi agar anak didiknya dapat belajar secar aefektif dan mengena pada tujuan yang di harapkan”. Salah satu langkah untuk memiliki strategi adalah menguasai teknik-teknik penyajian atau biasa di sebut metode (Saeful Bahri dan Aswan Z, 1999:85)
Metode pengajaran menurut (Zariyaah D, 2002 :46) adalah system penyusunan teknik-teknik di dalam interaksi dan komunikasi antara guru dan murid dalam pelaksanaan program belajar sebagai proses pendidikan.
Keberhasilan tidak hanya di tentukan oleh metode yang di harapkan oleh guru tetapi pemilihan dan penerapan metode dalam proses pembelajaran yang tepat akan memberikan konstribusi yang signifikan terhadap keberhasilan proses pendidikan.
Sebagai alat pendidikan di dalam hal mendidik anak, penerapan metode siklus belajar (Learning cycle) di jadikan sarana untuk pencapaian tujuan pendidikan, seorang pendidik mengizinkan agar anak didikya agar menjadi anak didik yang sukses dan prestasi belajar yang baik. Tetapi yang demikian itu merupakan hal yang sulit, sebab tidak semua akan memiliki cita-cita yang luhur dan kemampuan menjabarkan masa depan secara jelas.
  
    B.     Rumusan Masalah
Dalam perumusan masalah ini, penulis menbagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu:
a.       Wilayah Penelitian
Wilayah kajian PTK ini adalah penerapan metode Siklus Belajar (Learning cycle) sebagai alat pendidikan dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Biologi pokok bahasan Ciri-ciri mahluk hidup di kelas VII semester 1 SMPN I Cikedung Kabupaten Indramayu.
b.      Pendekatan Penelitian
Pendekatan PTK ini menggunakan studi empirik
c.       Jenis Masalah
Jenis masalah dalam PTK ini adalah penerapan metode Siklus Belajar di SMPN I Cikedung Kabupaten Indramayu sebagai alat pendidikan dalam pengaruhnya peningkatan prestasi dalam mata pelajaran Biologi.
  C.    Identifikasi Masalah
  1.      Pembatasan Masalah
Agar tidak terjadi kesimpang siuran dalam pembahasan, maka penulis membatasi masalahnya senagai berikut.
1.      Dalam proses pembelajaran di SMPN I Cikedung Kabupaten Indramayu penggunaan metode atau strategi yang kurang tepat dan kurang bervariasi.
2.      Seorang guru harus menggunakan metode yang baik dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan.
2.      Pertanyaan Penelitian
1.      Apakah prestasi siswa yang mendapatkan pengajaran dengan penerapan metode Siklus Belar lebih baik dari prestasi siswa yang tidak menggunakan penerapan metode Siklus Belajar dalam mata pelajaran Biologi?
2.       Bagaimana penerapan metode Siklus Belajar di terapkan di SMPN I Cikedung Kabupaten Indramayu dalam pmat pelajaran Biologi ?
3.      Apakah prestasi siswa pada pokok bahasan Ciri-ciri mahluk hidup dengan penerapan metode Siklus Belajar dapat meningkatkan nilai prestasi ?


D.    Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah maka penelitian ini bertujuan untuk :
1.      Mengetahui system pembelajaran Biologi di kelas VII semester 1 SMPN I Cikedung Kabupaten Indramayu itu di kembangkan.
2.      Mengetahui kualitas guru Biologi di SMPN I Cikedung Kabupaten Indramayu
3.      Mengetahui jenis kegiatan yang di lakukan oleh guru Biologi
4.      Mengetahui penerapan metode Siklus Belajar (Learning cycle) sebagai alat pendidikan dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Biologi pokok bahasan Ciri-ciri mahluk hidup di kelas VII semester 1 SMPN I Cikedung Kabupaten Indramayu.


 BAB II
LANDASAN TEORI

A.    Perkembangan dan Konsep siklus belajar 
Siklus Belajar (Learning cycle) merupakan stategi pengajaranyang secara formal di gunakan di program sains sekolah dasar yaitu Science Curriculum Improvement Study (SCIS 1947). Meskipun stategi ini di terapkan petama kali di sekolah dasar, beberapa study menunjukkan bahwa penerapan teknik ini telah menyebar luas di berbagi tingkat kelas, termasuk universitas. Model oengajaran ini di ajukan oleh Robert Karplus aweal tahun 1960-an, sebagai “guided discovery” dan di gunakan dalam program sains sekolah dasar SCIS. Karplus menggunakan istilah exploration, invention dan discovery. Istilah-istilah tersebut kemudian di modofikasi  menjadi exploration, concept introduction dan concept application. (M. Subana , 2002:134)

Selama fase eksplorasi, siswa terlihat dalam memecahkan masalah atau tugas. Tujuan fase ini adalah melibatkan siswa dalam aktifitas yang memotivasi, membutuhkan pengalman hands-on  dan interaksi verbal, yang akan menyediakan dasar bagi perkembangan konsep teetentu atau konsep dan kosa kata yang berhubungan dengan konsep. Fase ini juga menyediakan kesempatan yang bagus bagi siswa untk menyadari konsep personal mereka tentang fenomena alam tertentu dan bagi pengajar untuk membantu siswa dalam Tanya jawab guna memahami dunia alam sebagaimana juga membantu miskonsepsi yang ada. Misalnya, pelajaran tentang perbedaan utama antara sel tumbuhan dan hewan. Pada fase ekplorasi , siswa mengamati berbagai macam sel (yaitu kulit bawang, epitel squmous dan Elodea) dengan bantuan mikroskop. Siswa akan menggambar sel dan mengidentifikasikan perbedaan serta persamaan antara sel-sel yang di amati.
Fase kedua dari siklus belajar, pengenalan konsep, pengajar mengumpulkan informasi dari siswa tentang pengalaman eksplorasinya dan menggunakan informasi tersebut untuk mengenalkan konsep utama dari pelajaran serta setiap kosa kata yang berhubungan dengan konsep. Selama fase ini, pengajar menggunakan buku acuan, bantuan audio-visual, bahan tertulis lainnya atau ceramah singkat. Dengan menggunakan pelajaran sel sebagai contoh, pengajar meminta siswa melaporkan hasil pengamatan mikroskopisnya dan meminta mereka mengidentifikasi perbedaabn dan persamaan sel hewan dan tumbuhan. Pengajar kemudian akan menggunakan informasi ini untuk menjelaskan perbedaan utama antara sel hewan dan tumbuhan. Ceramah singkat tersebut dapat mengynakan OHP atau presentasi audio-visual singkat tentang sel hewan dan sel tumbuhan.
   Fase terakhir, aplikasi konsep, siswa mempelajari tambahan contoh konsep utama pelajaran atau melakukan tugas baru yang dapat di pecahkan berdasarkan aktifitas aksplorasi dan pengenalan konsep sebelumnya. Pada pelajaran sel, siswa di berikan slides awetan dari sel hewan dan tumbuhan lainnya. Mereka di minta untuk mengtidentifikasi masing-masing sel dan memjelaskan alasannya.(Nana Sudjana, 2000: 76)
Sebagai pendekatan pengajaran, awalnya siklus belajar di hubungkan dengan bahan-bahan dari studi peningkatan kurikulum sains (SCIS) tahun 1970-an. Kemudian setelah itu basnyak versi siklus belajar bermunculan dalam kurilukum sains dengan fase yang berkisar dari 3 ke lima (5E) sampai 7 (7E). Siklus belajar 5E berdaasarkan pengajaran yang di bangun oleh Biological Sciences Curriculum Study (BSCS) pada tahun 1989, terdiri atas 5 fase yaitu Engagement, Exploration, Explanation, Elaboration dan Evaluation. 
Berikut ini penjelasan masing-masing tahap siklus belajar model 5E :
1.      Engagement  
 pada fase ini, di lakukan aktifitas yang menarik minat siswa. Aktifitas tersebut membantu siswa membuat siswa membuat hubungan dengan pengetahuan sebelumnya.
Pada tahap ini guri : a) membangkitkan minat. b) membangkitkan rasa ingin tahu. C) mengajukan pertanyaan dan d) mendatangkan jawaban sehingga membuka apa yang di ketahui oleh sisa mengenai topic konsep (Carin dan Bass, 2000:132)


2.      Exploration
Pada tahap eksplorasi, siswa mengamati sifat, bentuk hubungan sederhana, pola catatan dan mengajukan pertanyaan tenteng kejadian-kejadian untuk membangun kesadaran mendasar tentang sifat bahan dan gagasan. Mereka memilki kesempatan untuk terlibat secara langsung dengan fenomena. Peran guru pada tahap ini adalah sebagai pembimbing, pelatif dan fasilitator.
Pada tahap ini guru : a) mendorong siswa untuk bekerja ytanpa pengajaran langsung dari guru. b) mengamati dan mendengarkan siswa saat mereka saling berinteraksi. c) mengajukkan pertanyaan penyelidikan untuk mengarahkan penilitian siswa.d) memberikan waktu untuk meneliti. e) menyediakan waktu agar siswa dapat memecahkan masalah. f ) bertindak sebagasi konsultan bagi siswa (Carin dan Bass,2000: 139), sedangkan siswa pada tahap ini berfikir bebas, namundalam batasan aktifitas, menguju prediksi dan hipotesis. Membentuk prediksi baru dan hipotesis. Mencoba alternative dan mendiskusikannya dengan yang lain. Mencatat pengamatan dan gagasan dan menangguhkan penilian (Carin dan Bass, 2000:140)
3.      Explanation
Pada fase ini, guru membantu siswa memahami hasil observasi dan pertanyaan yang muncul dari pengamatan. Guru meminta siswa menjelaskan apa yang meeka lihat dan memberikan pejelasan mengapa hal tersebut tejadi.kemudian, guru memperkenalkan penjelasan ilmiah melalui pengajaran formal dan langsung.guru menghubungkan penjelasn ilmiah dengan bukti fisik dan eksplorasi dan engagement serta menghubungkannya dengan penjelaan yang di berikan siswa. Metode verbal paling sering di gunakan, namun guru dapat juga memanfaatkan video, buku, presentasi, multimedia dan computer.
Pada tahap ini guru :
a.       Mendorong siswa menjelaskan konsep dan definisi dengan kata-kata sendiri
b.      Meminta bukti (justifikasi) dan klasifikasi dari siswa
c.       Secara formal menyediakan definisi, penjelasan
d.      Menggunakan pengalaman siswa sebelumnya sebagai dasar untuk menjelaskan konsep (Carin dan Bass, 2000:144)
4.      Elaboration
Pada fase ini, pengalamam baru di rancang untuk membantu siswa membangun pemahaman yang luas tentang konsep yang telah di terangkan. Siswa memperluas konsep lain yang berhubungan, serta mengaplikasikannya pemahaman mereka dalam dunia nyata. Sisa bekerja secar kooperatif, mengidentifikasi dan menyelesaikan aktifitas baru. Seringkali melibatkan inkuiri, kerja laboratorioum, problem solving dan pengambilan keputusan.
Pada tahap ini guru ;
a.       Siswa menggunakan definisi, identifikasi dan pyang di berikan sebelumnya
b.          Mendorong siswa untuk menerapkan atau memperluas konsep serta keterampilan dalam situasi bsaru
c.          Meningkatkan siswa tentang penjelasan alternative
d.         Merujuk siswa pada data dan bukti yang ada serta bertanya.
5.      Evaluation
Evaluasi dan asesmen muncul di semua tahap selama proses pengajaran. Rubric, observasi guru, wawacara siswa, portofolio, produk, peta konsep dan diagram dapat di gnakan untuk menilai pemahaman konsep siswa.
Pada tahap ini guru:
a.       Mengamati siswa saat menerapkan konsep dan keterampilan baru
b.      Menilai pengetahuan dan keterampilan baru
c.       Mencari adanya perubahan cara berfikir atau sikap siswa
d.      Memberikan kesempatan bagi siswa menilai pembelajaran mereka sendiri dan keterampilan proses kelompok
Perbandingan  model 5E dan 7E dari Siklus Belajar
Perbandingan 5E dan 7E dari Siklus Belajar
Siklus Belajar 5E
Siklus Belajar 7E

Elicit
Engage
Engage
Explore
Explore
Explain
Explain
Elaborate
Elaborate
Evaluate
Evaluate

extend



B.     Tiga Jenis Siklus Belajar
Siklus Belajar dapat di klasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu deskriptif, empiris-induktif (abduktif) dan hipotesis-deduktif . (Lawson, 1998:13). Perbedaan utama antar ketiganya adalah cara siswa mengumpulkan data dan jenis ola penalaran yang di gunakan selama pembelajaran. Ketiga jenis siklus belajar di atas menggambarkan continuum dari sains deskriptif hingga sains eksperimental (Dahar, 1989:26)
Menurut Lawson, pada pelajaran deskriptif siswa hanya menggambakan apa yang merka amati. Pada pendekatan kedua dan ketiga, siswa tidak hanya menggambarkan apa yang mereka amati tetapi juga berusaha untuk membuat hipotesis guna memjelaskan pengamatannya. Ditambah lagi, siswa mendesain dan melakukan eksperimen untuk menguji hipotesis. Oleh karena itu, pendekatan empiris-induktif dan hipotesis-deduktif menumbuhkan penalaran yang lebih kompleks dari pda deskriptif. Ketiganya menunjukan kebutuhan yang berbeda dalam inisiatif, pengetahhuan dan keterampilan penalaran siswa. Dalam kaitannya dengan penalaran siswa, siklus belajar deskriptif umumnya hanya membutuhkan pola deskriptif (urutan, klasifikasi, konservasi) sementara siklus belajar hipotesis –prediktif membutuhkan pola urutan yang lebih tinggi (identidfikasidan control variable,proporsional, kombinatorial, probabilistic, dan penalaran korelasional). Siklus belajar empiris-induktif merupakan pertengahan dan membutuhkan pola penalaran deskriptif, namun umunya melibatkan beberapa pola urutan yang lebih tinggi juga (Lawson. 2002:67)
Selama siklus belajar deskriptif, siswa menemukan dan menjelaskan pola empiris di dalam konteks ytertentu (eksplorasi). Guru memberi nama (pengenalan konsep), lalu pola di identifikasi dalam konteks tambahan (aplikasi konsep). Jenis siklus belajar ini di sebut deskriptif karena siswa menggambarkan apa yang mereka amati tanpa menjelaskan pengamatannya.
Siklus belajar empiris-induktif melibatkan keterampilan proses dasar dan integrasi (mengidentifikasi variable, membangun table dan grafik, menggambarkan hubungan antar variable) karena keterampilan integrasi membutuhkan penalaran yang lebih kompleks, maka kelihatannya pendekatan deskriptif cocok bagi siswa yang sedang mermbangun kecakapan dalam keterampilan proses dasar. 
C.    Perbandingan siklus belajar  dengan pendidikan tradisional
Beberapa study di lakukan untuk membandingkan pendekatan Siklus Belajar dengan pendekatan tradisional
1.      Pavelich dan Abraham (1979) menyimpulkan bahwa pendekatan siklus belajar lebih akurat dalam mereflekskan proses inkuiri ilmiah dari pada pendekatan tradisional
2.      Schneir dan Renner (1980) juga mempelajari tentang pendekatan siklus Belajar ini. Mereka menyimpulkan bahwa bagi siswa tahap konkrit operasional, pendekatan Siklus Belajar lebih tinggi dalam perolehan perkembangan intelektual di banding pendekatan tradisional
3.      Studi lain menunjukan bahwa pendekatan siklus belajar model 5E merupakan strategi pengajaran yang efektif dalam mempertinggi pemahaman dan prestasi siswa (Dangel dan Adam, 1999:65)
4.      Syuaidi (2000) melakukan penelitian mengajarkan konsep struktur tumbuhan dengan menggunkan siklus belajar. 
D.    Implikasi Siklus belajar
Meskipun Siklus Belajar telah di masukkan sebagai metode belajar sains di universitas, namun transisi dari pendekatan tradisional ke siklus belajar membutuhkan waktu, usaha dan perubahan dalam filosofi mengajar. Dalam sikus belajar, pengajar menjadi fasilitator dan hanya buka hanya sebagai pemberi pengetahuan. Di butuhkan lingkungan belajar diman siswa dapat mengeksplorasikan dan mengguji berbagai gagasan.
Pengajaran  perlu di susun menjadi rangkaian pelajran siklus belajar. Pengalaman laboratorium harus di rancang agar memberikan aksplorasi yang bermakna pada permulaan pelajaran. Ceramah atau pertukaran informasi muncul sebagai perkembangan dari akti vitas ekaplorasi dan sesi laboratorium berikutnya memberikan kesempatan bagi siswa menerapkan konsep dalam situasi baru.
Pada pendekatan Siklus Belajar , pengalaman laboratorium di pandang sebagai bagian integral dari pelajaran. Pengalaman ini dapat di gunakan  baik pada fase eksplorasi sebagai kendaraan untuk membentuk konsep dan kosa kata maupunpada fse aplikasi konsep sebagi cara untuk mempertinggi atau memperluas pengembangan konsep. Misalnya, pelajaran Biologi tentang karakteristik makhluk hidup dapt di awali dengan aktifitas aksplorasi dimana siswa mengamati beberapa benda tanpa nama. Lalu, siswa di minta mengamati benda-benda tersebut dan melihat persamaan dan perbedaan nya. Selama fase pengenalan konsep, pengajar mengajak siswa mendiskusika hasil pengamatannya. Dengan informasi ini, guru menjelaskan karakteristik-karakteristik makhluk hidup. Guru akan memperkenalkan istilah-istilah tumbuh dan berkembang sel, reproduksii dan mungkin menggunakan audio-visual untuk mengenalkan konsep. Selanjutnya pada fse aplikasi, siswa di berikan poster untuk membangun definisi tentang hidup (dengan menggunakan peta konsep)
Petunjuk untuk memodifikasi pelajaran ke dalam format siklus Belajar adalah sebagai berikut :
1.      Pilih pelajaran yang akan di ajarkan
2.      Merujuk pada Ceklis Siklus Belajar untuk menentukkan komponen siklus belajar yang tidak ada dalam pelajaran yang di modifikasi
3.      Tambahkan komponen yang hilang dengan mewnggunakan sumber daya yang sesuai (misalnys aktifitas dan latihan pengayaan dari buku teks, buku sains umtuk fase eksplorasi dan aplikasi konsep, bahan audio visual dan bahan tertulis untuk fase pengenalan konsep)
4.      Konstruksi pelajaran berdasarkan format siklusd belajar
5.      Gunakan Ceklist Siklus Belajar  untuk mengevaluasi pelajaran


 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A.    Setting Penelitian
  1. Tempat Penilitian
Penilitian di lakukan di SMPN I Cikedung Kabupaten Indramayu dengan jumlah murid keseluruhan kelas VII 242 siswa. Dengan staf guru 35 orang dan 10 staf TU dengan jumlah ruangan 15 ruang belajar, 1 ruang guru, 1 TU dan satu ruang kepala sekolah dan petinggi sekolah dan 5 buah kamar kecil dan 1 mushola, 1 kantin.
Populasi
Yang di maksud populasi adalah kelompok sumber subjek penilitian (Moh , Ali :2003:45). Populasi di lakukan dengan purposif yaitu siswa kelas VII SMPN I Cikedung Kabupaten Indramayu yang berjumlah 242 siswa yang duduk di tahun ajaran 2009-2010. Tetapi dalam populasi ini menggunakan populasi jumlah kelas VII seluruhnya  sampel.
Sampel
Yang di maksud sampel adalah bagian dari kelompok yang mewakili kelompok besar (populasi) (Moh Ali 2003 : 46) cara penentuan sampel di lakukan dengan melakukan presentasi sampel yaitu sekitar 20 % dari jumlah populasi kelas VII yaitu 242 (Arikunto : 1998:120). Dari itu peniliti mengambil sampel sebanyak 20 % dari 242 : 40 orang siswa.


  1. Waktu Penilitian
Waktu yang di gunakan dalam penilitian adalah 2 bulan yang di mulai pada bulan September dan berakhir bulan oktober tahun pelajaran 2009/2010, penilitian di lakukan pada pagi hari selama kegiatan belajar mengajar berlangsung.

B.     Prosedur Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas 1 semester 1 di SMPN I Cikedung yang berjmlah 242 siswa.
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang di teliti. Dinamakan penelitian sampel apabila kita bermaksud untuk mengangkat kesimpulan penelitian sampel (Suharsimi Arikunto : 2000: 117-120).
Di alam penarikan sampel penelitian ini, penulis nenggunakan cara purposive sampling. Dari jumlah populasi yang terdiri dari 242 siswa di ambil sampel dari kelas VII A yang berjumlah 40 siswa dengan pertimbangan siswa kelas VII A merupakan kelas yang prestasinya heterogen di lihat rata-rata nilai formatif pada konsep yang telah di ajarkan hasilnya cukup bervariatif dari nilai 6 sampai 9 dan tergolong homogen di lihat dari jumlah siswa laki-laki dan perempuan yang seimbang.
C.    Metode Pengumpulan Data
Maka dalam penilitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara sebagai berikut :


a.       Observasi
Teknik pengumpulan data dengan cara observasi di lakukan melalui proses pengamatan seluruh aspek objek penilitian yang relevan dengan permasalahan yang di teliti.
  1. Wawancara
Dalam hal ini menggunakan pedoman wawancara terlebih dahulu
  1. Angket
Di lakukan dengan memberikan selebaran yang berisi beberapa pertanyaan yang di tujukkan kepada siswa dan guru pengajar di SMPN I Cikedung. Dengan penyebaran ini, memudahkan penulis dalam mengklasifikasikna  data dan menyimpulkan hasil penilitian.
Setelah data penilitian terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah mengadakan klasifikasi dan interpretasi atau tafsiran.  
  1. Soal test

D.    Metode Analisis Data
Setelah di peroleh data hasil penelitian maka di lakukan analisis ters terhadap test dan angket akhir dengan mencari perbedaan rata-rata dan angket tiap kelompok

Blog, Updated at: 23.31

0 komentar:

Posting Komentar