BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan pada dasarnya merupakan
investasi antara pendidik dengan peserta didik, untuk mencapai tujuan
pendidikan yang berlangsung dalam lingkungan tertentu. Interaksi ini di sebut
interaksi pendidikan yaitu saling pengaruh antara pandidik dengan peserta
didik. Dalam saling mempengaruhi ini peranan pendidik lebih besar karena
kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih berpengalaman, lebih banyak
menguasai nilai-nilai pengetahuan dan keterampilan.
Pendidikan terkait dengan
nilai-nilai, mendidik berarti “ memberikan, menanamkan dan menumbuhkan”
nilai-nilai pada peserta didik. Kata memberikna dan menanamkan nilai lebih
menempatkan pada pserta didik dalam posisi positif, penerima mendapatkan
nilai-nilai, sedangkan kata lain menumbuhkan nilai memberikan peranan yang lebh
efektif kepada peserta didik Karena peserta didik dapat menumbuhkan,
mengembangkan sendiri nnilai-nilai pada dirinya.
Pendidikan berfungsi membantu
peserta didik dalam pembangunan dirinya yaitu pembangunan semua potensi,
kecakapan serta karakteristik pribadi ke arah yang positif baik bagi dirinya
maupun lingkungannya. Pendidikan bukan sekedar memberikan pengetahuan atau nilai-nilai
atau melatih keterampilan. Pendidikan berfungsi mengembangkan apa yang secara
potensial dan actual telah di miliki peserta didik (Nana S. Sukmadinata
:2003:2).
Pembuatan mendidik di arahkan pada
pencapaian tujuan-tujuan tertentu, yaitu tujuan pendidikan (Nana S. Sukmadinata
:2003 :4). Tujuan ini bisa menyangkut kepentingan peserta didik sendiri,
kepentingan masyarakat dan tuntutan lapangan pekerjaan.
Namun pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar di sekolah khususnya seringkali di hadapkan dengan berbagai masalah.
Untuk itu guru di harapkan dapat menaggulangi setiap masalah yang timbul agar
dapat mencapai tujuan dan sasaran pendidikan. Dalam praktek pengajaran di
sekolah, permasalahan yang di hadapi antara lain : penggunaan metode atau strategi
yang kurang tepat dan kurang bervariasi. Oleh karenia itu menurut (Nana Sudjana
:1989: 76), metode pengajaran yang baik adalah metode yang dapat di gunakan
guru dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan.
Untuk itu seorang guru di samping harus
menguasai materi juga harus memilih dan mengaplikasikan suatu strategi
pengajaran yang sesuai dengan materi dan tujuan yang hendak di capai
sebagaimana yang di kemukakan oleh (Roestiyah, NK :2000:1). “Seorang guru harus
memiliki stategi agar anak didiknya dapat belajar secar aefektif dan mengena
pada tujuan yang di harapkan”. Salah satu langkah untuk memiliki strategi
adalah menguasai teknik-teknik penyajian atau biasa di sebut metode (Saeful
Bahri dan Aswan Z, 1999:85)
Metode pengajaran menurut (Zariyaah
D, 2002 :46) adalah system penyusunan teknik-teknik di dalam interaksi dan komunikasi
antara guru dan murid dalam pelaksanaan program belajar sebagai proses
pendidikan.
Keberhasilan tidak hanya di tentukan
oleh metode yang di harapkan oleh guru tetapi pemilihan dan penerapan metode
dalam proses pembelajaran yang tepat akan memberikan konstribusi yang
signifikan terhadap keberhasilan proses pendidikan.
Sebagai alat pendidikan di dalam hal
mendidik anak, penerapan metode siklus belajar (Learning cycle) di jadikan
sarana untuk pencapaian tujuan pendidikan, seorang pendidik mengizinkan agar
anak didikya agar menjadi anak didik yang sukses dan prestasi belajar yang
baik. Tetapi yang demikian itu merupakan hal yang sulit, sebab tidak semua akan
memiliki cita-cita yang luhur dan kemampuan menjabarkan masa depan secara
jelas.
B. Rumusan Masalah
Dalam perumusan
masalah ini, penulis menbagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu:
a. Wilayah Penelitian
Wilayah kajian PTK ini adalah penerapan
metode Siklus Belajar (Learning cycle) sebagai alat pendidikan dalam
upaya meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Biologi pokok
bahasan Ciri-ciri mahluk hidup di kelas VII semester 1 SMPN I Cikedung
Kabupaten Indramayu.
b. Pendekatan Penelitian
Pendekatan PTK ini menggunakan studi
empirik
c. Jenis Masalah
Jenis masalah dalam PTK ini adalah
penerapan metode Siklus Belajar di SMPN I Cikedung Kabupaten Indramayu sebagai
alat pendidikan dalam pengaruhnya peningkatan prestasi dalam mata pelajaran
Biologi.
C. Identifikasi Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar tidak terjadi kesimpang siuran
dalam pembahasan, maka penulis membatasi masalahnya senagai berikut.
1. Dalam proses pembelajaran di SMPN I
Cikedung Kabupaten Indramayu penggunaan metode atau strategi yang kurang tepat
dan kurang bervariasi.
2. Seorang guru harus menggunakan
metode yang baik dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan.
2. Pertanyaan Penelitian
1.
Apakah prestasi
siswa yang mendapatkan pengajaran dengan penerapan metode Siklus Belar lebih
baik dari prestasi siswa yang tidak menggunakan penerapan metode Siklus Belajar
dalam mata pelajaran Biologi?
2.
Bagaimana
penerapan metode Siklus Belajar di terapkan di SMPN I Cikedung Kabupaten
Indramayu dalam pmat pelajaran Biologi ?
3.
Apakah prestasi
siswa pada pokok bahasan Ciri-ciri mahluk hidup dengan penerapan metode Siklus
Belajar dapat meningkatkan nilai prestasi ?
D. Tujuan Penelitian dan Manfaat
Penelitian
Berdasarkan
perumusan masalah maka penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui system pembelajaran
Biologi di kelas VII semester 1 SMPN I Cikedung Kabupaten Indramayu itu di
kembangkan.
2.
Mengetahui
kualitas guru Biologi di SMPN I Cikedung Kabupaten Indramayu
3.
Mengetahui
jenis kegiatan yang di lakukan oleh guru Biologi
4.
Mengetahui
penerapan metode Siklus Belajar (Learning cycle) sebagai alat pendidikan
dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Biologi
pokok bahasan Ciri-ciri mahluk hidup di kelas VII semester 1 SMPN I Cikedung
Kabupaten Indramayu.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Perkembangan dan Konsep siklus
belajar
Siklus Belajar (Learning cycle)
merupakan stategi pengajaranyang secara formal di gunakan di program sains
sekolah dasar yaitu Science Curriculum Improvement Study (SCIS 1947).
Meskipun stategi ini di terapkan petama kali di sekolah dasar, beberapa study
menunjukkan bahwa penerapan teknik ini telah menyebar luas di berbagi tingkat
kelas, termasuk universitas. Model oengajaran ini di ajukan oleh Robert Karplus
aweal tahun 1960-an, sebagai “guided discovery” dan di gunakan dalam
program sains sekolah dasar SCIS. Karplus menggunakan istilah exploration,
invention dan discovery. Istilah-istilah tersebut kemudian di
modofikasi menjadi exploration, concept introduction dan concept
application. (M. Subana , 2002:134)
Selama fase eksplorasi, siswa
terlihat dalam memecahkan masalah atau tugas. Tujuan fase ini adalah melibatkan
siswa dalam aktifitas yang memotivasi, membutuhkan pengalman hands-on
dan interaksi verbal, yang akan menyediakan dasar bagi perkembangan konsep
teetentu atau konsep dan kosa kata yang berhubungan dengan konsep. Fase ini
juga menyediakan kesempatan yang bagus bagi siswa untk menyadari konsep
personal mereka tentang fenomena alam tertentu dan bagi pengajar untuk membantu
siswa dalam Tanya jawab guna memahami dunia alam sebagaimana juga membantu
miskonsepsi yang ada. Misalnya, pelajaran tentang perbedaan utama antara sel
tumbuhan dan hewan. Pada fase ekplorasi , siswa mengamati berbagai macam sel
(yaitu kulit bawang, epitel squmous dan Elodea) dengan bantuan mikroskop.
Siswa akan menggambar sel dan mengidentifikasikan perbedaan serta persamaan
antara sel-sel yang di amati.
Fase kedua dari
siklus belajar, pengenalan konsep, pengajar mengumpulkan informasi dari siswa
tentang pengalaman eksplorasinya dan menggunakan informasi tersebut untuk
mengenalkan konsep utama dari pelajaran serta setiap kosa kata yang berhubungan
dengan konsep. Selama fase ini, pengajar menggunakan buku acuan, bantuan
audio-visual, bahan tertulis lainnya atau ceramah singkat. Dengan menggunakan
pelajaran sel sebagai contoh, pengajar meminta siswa melaporkan hasil
pengamatan mikroskopisnya dan meminta mereka mengidentifikasi perbedaabn dan
persamaan sel hewan dan tumbuhan. Pengajar kemudian akan menggunakan informasi
ini untuk menjelaskan perbedaan utama antara sel hewan dan tumbuhan. Ceramah
singkat tersebut dapat mengynakan OHP atau presentasi audio-visual singkat
tentang sel hewan dan sel tumbuhan.
Fase terakhir, aplikasi konsep, siswa mempelajari tambahan contoh konsep utama
pelajaran atau melakukan tugas baru yang dapat di pecahkan berdasarkan
aktifitas aksplorasi dan pengenalan konsep sebelumnya. Pada pelajaran sel,
siswa di berikan slides awetan dari sel hewan dan tumbuhan lainnya. Mereka di
minta untuk mengtidentifikasi masing-masing sel dan memjelaskan alasannya.(Nana
Sudjana, 2000: 76)
Sebagai
pendekatan pengajaran, awalnya siklus belajar di hubungkan dengan bahan-bahan
dari studi peningkatan kurikulum sains (SCIS) tahun 1970-an. Kemudian setelah
itu basnyak versi siklus belajar bermunculan dalam kurilukum sains dengan fase
yang berkisar dari 3 ke lima (5E) sampai 7 (7E). Siklus belajar 5E berdaasarkan pengajaran yang di bangun
oleh Biological Sciences Curriculum Study (BSCS) pada tahun 1989,
terdiri atas 5 fase yaitu Engagement, Exploration, Explanation, Elaboration
dan Evaluation.
Berikut ini
penjelasan masing-masing tahap siklus belajar model 5E :
1. Engagement
pada fase
ini, di lakukan aktifitas yang menarik minat siswa. Aktifitas tersebut membantu
siswa membuat siswa membuat hubungan dengan pengetahuan sebelumnya.
Pada tahap ini
guri : a) membangkitkan minat. b) membangkitkan rasa ingin tahu. C) mengajukan
pertanyaan dan d) mendatangkan jawaban sehingga membuka apa yang di ketahui
oleh sisa mengenai topic konsep (Carin dan Bass, 2000:132)
2. Exploration
Pada tahap eksplorasi, siswa
mengamati sifat, bentuk hubungan sederhana, pola catatan dan mengajukan
pertanyaan tenteng kejadian-kejadian untuk membangun kesadaran mendasar tentang
sifat bahan dan gagasan. Mereka memilki kesempatan untuk terlibat secara
langsung dengan fenomena. Peran guru pada tahap ini adalah sebagai pembimbing,
pelatif dan fasilitator.
Pada tahap ini guru : a) mendorong
siswa untuk bekerja ytanpa pengajaran langsung dari guru. b) mengamati dan mendengarkan
siswa saat mereka saling berinteraksi. c) mengajukkan pertanyaan penyelidikan
untuk mengarahkan penilitian siswa.d) memberikan waktu untuk meneliti. e)
menyediakan waktu agar siswa dapat memecahkan masalah. f ) bertindak sebagasi
konsultan bagi siswa (Carin dan Bass,2000: 139), sedangkan siswa pada tahap ini
berfikir bebas, namundalam batasan aktifitas, menguju prediksi dan hipotesis. Membentuk
prediksi baru dan hipotesis. Mencoba alternative dan mendiskusikannya dengan
yang lain. Mencatat pengamatan dan gagasan dan menangguhkan penilian (Carin dan
Bass, 2000:140)
3. Explanation
Pada fase ini, guru membantu siswa
memahami hasil observasi dan pertanyaan yang muncul dari pengamatan. Guru
meminta siswa menjelaskan apa yang meeka lihat dan memberikan pejelasan mengapa
hal tersebut tejadi.kemudian, guru memperkenalkan penjelasan ilmiah melalui
pengajaran formal dan langsung.guru menghubungkan penjelasn ilmiah dengan bukti
fisik dan eksplorasi dan engagement serta menghubungkannya dengan penjelaan
yang di berikan siswa. Metode verbal paling sering di gunakan, namun guru dapat
juga memanfaatkan video, buku, presentasi, multimedia dan computer.
Pada tahap ini guru :
a.
Mendorong siswa
menjelaskan konsep dan definisi dengan kata-kata sendiri
b. Meminta bukti (justifikasi) dan
klasifikasi dari siswa
c. Secara formal menyediakan definisi,
penjelasan
d.
Menggunakan
pengalaman siswa sebelumnya sebagai dasar untuk menjelaskan konsep (Carin dan
Bass, 2000:144)
4. Elaboration
Pada fase ini, pengalamam baru di
rancang untuk membantu siswa membangun pemahaman yang luas tentang konsep yang
telah di terangkan. Siswa memperluas konsep lain yang berhubungan, serta
mengaplikasikannya pemahaman mereka dalam dunia nyata. Sisa bekerja secar
kooperatif, mengidentifikasi dan menyelesaikan aktifitas baru. Seringkali
melibatkan inkuiri, kerja laboratorioum, problem solving dan pengambilan
keputusan.
Pada tahap ini guru ;
a. Siswa menggunakan definisi,
identifikasi dan pyang di berikan sebelumnya
b. Mendorong siswa untuk menerapkan
atau memperluas konsep serta keterampilan dalam situasi bsaru
c. Meningkatkan siswa tentang
penjelasan alternative
d.
Merujuk siswa
pada data dan bukti yang ada serta bertanya.
5. Evaluation
Evaluasi
dan asesmen muncul di semua tahap selama proses pengajaran. Rubric, observasi
guru, wawacara siswa, portofolio, produk, peta konsep dan diagram dapat di
gnakan untuk menilai pemahaman konsep siswa.
Pada tahap ini guru:
a. Mengamati siswa saat menerapkan
konsep dan keterampilan baru
b. Menilai pengetahuan dan keterampilan
baru
c.
Mencari adanya
perubahan cara berfikir atau sikap siswa
d. Memberikan kesempatan bagi siswa
menilai pembelajaran mereka sendiri dan keterampilan proses kelompok
Perbandingan
model 5E dan 7E dari Siklus Belajar
Perbandingan 5E dan 7E dari Siklus
Belajar
|
|
Siklus
Belajar 5E
|
Siklus
Belajar 7E
|
Elicit
|
|
Engage
|
Engage
|
Explore
|
Explore
|
Explain
|
Explain
|
Elaborate
|
Elaborate
|
Evaluate
|
Evaluate
|
extend
|
B. Tiga Jenis Siklus Belajar
Siklus Belajar dapat di
klasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu deskriptif, empiris-induktif (abduktif)
dan hipotesis-deduktif . (Lawson, 1998:13). Perbedaan utama antar ketiganya
adalah cara siswa mengumpulkan data dan jenis ola penalaran yang di gunakan
selama pembelajaran. Ketiga jenis siklus belajar di atas menggambarkan
continuum dari sains deskriptif hingga sains eksperimental (Dahar, 1989:26)
Menurut Lawson,
pada pelajaran deskriptif siswa hanya menggambakan apa yang merka amati. Pada
pendekatan kedua dan ketiga, siswa tidak hanya menggambarkan apa yang mereka
amati tetapi juga berusaha untuk membuat hipotesis guna memjelaskan
pengamatannya. Ditambah lagi, siswa mendesain dan melakukan eksperimen untuk
menguji hipotesis. Oleh karena itu, pendekatan empiris-induktif dan
hipotesis-deduktif menumbuhkan penalaran yang lebih kompleks dari pda
deskriptif. Ketiganya menunjukan kebutuhan yang berbeda dalam inisiatif,
pengetahhuan dan keterampilan penalaran siswa. Dalam kaitannya dengan penalaran
siswa, siklus belajar deskriptif umumnya hanya membutuhkan pola deskriptif
(urutan, klasifikasi, konservasi) sementara siklus belajar hipotesis –prediktif
membutuhkan pola urutan yang lebih tinggi (identidfikasidan control
variable,proporsional, kombinatorial, probabilistic, dan penalaran
korelasional). Siklus belajar empiris-induktif merupakan pertengahan dan
membutuhkan pola penalaran deskriptif, namun umunya melibatkan beberapa pola
urutan yang lebih tinggi juga (Lawson. 2002:67)
Selama siklus
belajar deskriptif, siswa menemukan dan menjelaskan pola empiris di dalam
konteks ytertentu (eksplorasi). Guru memberi nama (pengenalan konsep), lalu
pola di identifikasi dalam konteks tambahan (aplikasi konsep). Jenis siklus
belajar ini di sebut deskriptif karena siswa menggambarkan apa yang mereka
amati tanpa menjelaskan pengamatannya.
Siklus belajar
empiris-induktif melibatkan keterampilan proses dasar dan integrasi (mengidentifikasi
variable, membangun table dan grafik, menggambarkan hubungan antar variable)
karena keterampilan integrasi membutuhkan penalaran yang lebih kompleks, maka
kelihatannya pendekatan deskriptif cocok bagi siswa yang sedang mermbangun
kecakapan dalam keterampilan proses dasar.
C.
Perbandingan siklus belajar dengan pendidikan
tradisional
Beberapa study
di lakukan untuk membandingkan pendekatan Siklus Belajar dengan pendekatan
tradisional
1.
Pavelich dan
Abraham (1979) menyimpulkan bahwa pendekatan siklus belajar lebih akurat dalam
mereflekskan proses inkuiri ilmiah dari pada pendekatan tradisional
2.
Schneir dan
Renner (1980) juga mempelajari tentang pendekatan siklus Belajar ini. Mereka
menyimpulkan bahwa bagi siswa tahap konkrit operasional, pendekatan Siklus
Belajar lebih tinggi dalam perolehan perkembangan intelektual di banding
pendekatan tradisional
3.
Studi lain
menunjukan bahwa pendekatan siklus belajar model 5E merupakan strategi
pengajaran yang efektif dalam mempertinggi pemahaman dan prestasi siswa (Dangel
dan Adam, 1999:65)
4. Syuaidi (2000) melakukan penelitian
mengajarkan konsep struktur tumbuhan dengan menggunkan siklus belajar.
D. Implikasi Siklus belajar
Meskipun Siklus Belajar telah di
masukkan sebagai metode belajar sains di universitas, namun transisi dari
pendekatan tradisional ke siklus belajar membutuhkan waktu, usaha dan perubahan
dalam filosofi mengajar. Dalam sikus belajar, pengajar menjadi
fasilitator dan hanya buka hanya sebagai pemberi pengetahuan. Di butuhkan
lingkungan belajar diman siswa dapat mengeksplorasikan dan mengguji berbagai
gagasan.
Pengajaran
perlu di susun menjadi rangkaian pelajran siklus belajar. Pengalaman
laboratorium harus di rancang agar memberikan aksplorasi yang bermakna pada
permulaan pelajaran. Ceramah atau pertukaran informasi muncul sebagai
perkembangan dari akti vitas ekaplorasi dan sesi laboratorium berikutnya
memberikan kesempatan bagi siswa menerapkan konsep dalam situasi baru.
Pada pendekatan
Siklus Belajar , pengalaman laboratorium di pandang sebagai bagian integral
dari pelajaran. Pengalaman ini dapat di gunakan baik pada fase eksplorasi
sebagai kendaraan untuk membentuk konsep dan kosa kata maupunpada fse aplikasi
konsep sebagi cara untuk mempertinggi atau memperluas pengembangan konsep.
Misalnya, pelajaran Biologi tentang karakteristik makhluk hidup dapt di awali
dengan aktifitas aksplorasi dimana siswa mengamati beberapa benda tanpa nama.
Lalu, siswa di minta mengamati benda-benda tersebut dan melihat persamaan dan
perbedaan nya. Selama fase pengenalan konsep, pengajar mengajak siswa
mendiskusika hasil pengamatannya. Dengan informasi ini, guru menjelaskan
karakteristik-karakteristik makhluk hidup. Guru akan memperkenalkan
istilah-istilah tumbuh dan berkembang sel, reproduksii dan mungkin menggunakan
audio-visual untuk mengenalkan konsep. Selanjutnya pada fse aplikasi, siswa di
berikan poster untuk membangun definisi tentang hidup (dengan menggunakan peta konsep)
Petunjuk untuk
memodifikasi pelajaran ke dalam format siklus Belajar adalah sebagai berikut :
1.
Pilih pelajaran
yang akan di ajarkan
2.
Merujuk pada
Ceklis Siklus Belajar untuk menentukkan komponen siklus belajar yang tidak ada
dalam pelajaran yang di modifikasi
3.
Tambahkan
komponen yang hilang dengan mewnggunakan sumber daya yang sesuai (misalnys
aktifitas dan latihan pengayaan dari buku teks, buku sains umtuk fase
eksplorasi dan aplikasi konsep, bahan audio visual dan bahan tertulis untuk
fase pengenalan konsep)
4.
Konstruksi
pelajaran berdasarkan format siklusd belajar
5. Gunakan Ceklist Siklus Belajar
untuk mengevaluasi pelajaran
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Setting Penelitian
- Tempat Penilitian
Penilitian di lakukan di SMPN I
Cikedung Kabupaten Indramayu dengan jumlah murid keseluruhan kelas VII 242
siswa. Dengan staf guru 35 orang dan 10 staf TU dengan jumlah ruangan 15 ruang
belajar, 1 ruang guru, 1 TU dan satu ruang kepala sekolah dan petinggi sekolah
dan 5 buah kamar kecil dan 1 mushola, 1 kantin.
Populasi
Yang di maksud populasi adalah
kelompok sumber subjek penilitian (Moh , Ali :2003:45). Populasi di lakukan
dengan purposif yaitu siswa kelas VII SMPN I Cikedung Kabupaten Indramayu yang
berjumlah 242 siswa yang duduk di tahun ajaran 2009-2010. Tetapi dalam populasi
ini menggunakan populasi jumlah kelas VII seluruhnya sampel.
Sampel
Yang di maksud sampel adalah bagian
dari kelompok yang mewakili kelompok besar (populasi) (Moh Ali 2003 : 46) cara
penentuan sampel di lakukan dengan melakukan presentasi sampel yaitu sekitar 20
% dari jumlah populasi kelas VII yaitu 242 (Arikunto : 1998:120). Dari itu
peniliti mengambil sampel sebanyak 20 % dari 242 : 40 orang siswa.
- Waktu Penilitian
Waktu yang di gunakan dalam
penilitian adalah 2 bulan yang di mulai pada bulan September dan berakhir bulan
oktober tahun pelajaran 2009/2010, penilitian di lakukan pada pagi hari selama
kegiatan belajar mengajar berlangsung.
B. Prosedur Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh siswa kelas 1 semester 1 di SMPN I Cikedung yang berjmlah 242 siswa.
Sampel adalah sebagian atau wakil
populasi yang di teliti. Dinamakan penelitian sampel apabila kita bermaksud
untuk mengangkat kesimpulan penelitian sampel (Suharsimi Arikunto : 2000:
117-120).
Di alam penarikan sampel penelitian
ini, penulis nenggunakan cara purposive sampling. Dari jumlah populasi yang
terdiri dari 242 siswa di ambil sampel dari kelas VII A yang berjumlah 40 siswa
dengan pertimbangan siswa kelas VII A merupakan kelas yang prestasinya
heterogen di lihat rata-rata nilai formatif pada konsep yang telah di ajarkan
hasilnya cukup bervariatif dari nilai 6 sampai 9 dan tergolong homogen di lihat
dari jumlah siswa laki-laki dan perempuan yang seimbang.
C. Metode Pengumpulan Data
Maka dalam
penilitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara sebagai
berikut :
a. Observasi
Teknik pengumpulan data dengan cara
observasi di lakukan melalui proses pengamatan seluruh aspek objek penilitian
yang relevan dengan permasalahan yang di teliti.
- Wawancara
Dalam hal ini
menggunakan pedoman wawancara terlebih dahulu
- Angket
Di lakukan dengan memberikan
selebaran yang berisi beberapa pertanyaan yang di tujukkan kepada siswa dan
guru pengajar di SMPN I Cikedung. Dengan penyebaran ini, memudahkan
penulis dalam mengklasifikasikna data dan menyimpulkan hasil penilitian.
Setelah data
penilitian terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah mengadakan klasifikasi
dan interpretasi atau tafsiran.
- Soal test
D. Metode Analisis Data
Setelah di peroleh data hasil
penelitian maka di lakukan analisis ters terhadap test dan angket akhir dengan
mencari perbedaan rata-rata dan angket tiap kelompok
0 komentar:
Posting Komentar